Kamis, 16 April 2020

Kamis, 22 Maret 2018

Minggu, 18 Maret 2018

Pendudukan Belanda di Indonesia


KOLONIALISME DI INDONESIA SETELAH VOC


A.       Republik Bataaf
 Kedatangan Belanda ke Indonesia pada abad ke 16 merupakan awal dimulainya kolonialisme Belanda melalui kongsi dagangnya VOC di Nusantara. Pada akhir abad ke 18 telah terjadi gejolak di Eropa yaitu Revolusi Prancis. Dalam revolusi itu, pemerintahan Monarki (kerajan) berhasil digulingkan oeh pemerintah republik 
Dampak Revolusi Prancis meluas sampai ke Negara-negara Eropa lainnya termasuk Belanda yang mengalami perubahan politik dari pemerintahan Monarki menjadi Negara republic. Tahun 1795 Raja willem V digulingkan oleh kaum republiken yang didukung Prancis, sehingga menjadikan Belanda sebagai sekutu Prancis dalam gerakan anti-Monarki dan harus berhadapan dengan Inggris. Inggris merupakan Negara berbentuk kerajaan yang setia pada sistem Monarki dan menentang sistem Republik, sehingga terjadi peperangan antara Inggris dan Belanda di wilayah Asia termasuk Indonesia.

B.       Kebangkrutan VOC


VOC (Verenidge Oost Indische Compagnie) didirikan pada tahun 1602. Parlemen Belanda memberikan Hak Oktroi kepada VOC sebagai hak monopoli perdagangan dan hak kekuasaan kenegaraan untuk menjamin perdagangan di Nusantara. Untuk mewujudkan tujuannya, VOC bertindak sewenang-wenang, sehingga menimbulkan banyak perlawanan dari rakyat menentang VOC. Dalam perjalanan sejarahnya, VOC tidak dapat lagi memberi keuntungan bagi para pegawai dan negeri Belanda, sehingga pemerintah membubarkannya. Adapun Faktor yang menyebabkan dibubarkannya VOC adalah :
1.       Sumber keuangan VOC semakin menipis sebagai akibat dari tindak korupsi para pegawai VOC.
2.       Luasnya wilayah yang dikuasai oleh VOC, membutuhkan pengawasan yang memakan biaya (biaya pemeliharaan benteng-benteng, gaji pegawai, gaji serdadu dll).
3.       Permintaan rempah-rempah di Eropa semakin berkurang sehingga menurunkan pendapatan VOC.
4.       Banyaknya pengeluaran yang dikeluarkan untuk biaya perang dan semakin besarnya anggaran biaya untuk menggaji para pegawai yang tidak memiliki kemampuan di bidangnya.
5.       VOC semakin tak mampu bersaing dengan organisasi dagang Inggris (East Indies Company ) dan Prancis (Compagnies des Indes)
6.       VOC banyak kehilangan prajurit yang gugur dalam menghadapi perlawanan rakyat Indonesia.
7.       Tidak berjalannya system penyerahan wajib.
8.       Banyaknya perdagangan gelap yang dilakukan oleh bangsa Indonesia.

Kebangkrutan yang dialami tersebut menyebabkan dibubarkannya VOC pada tanggal 31 Desember 1799. Sejak saat itu Indonesia berada di bawah pemerintahan Republik Bataaf (Baatafsche Republiek). Segala hak dan kewajiban VOC diambil alih oleh Republik Bataaf termasuk utang yang bertumpuk.

C. Gubernur Jendral Daendels (1808-1811)



Status Belanda sebagai Negara Republik mengalami perubahan menjadi kerajaan kembali. Perubahan itu sebagai akibat dari perubahan politik di Prancis. Pada tahun 1804, Napoleon Bonaparte berkuasa sebagai kaisar Prancis dan berhasil menduduki Belanda. Lalu ia merubah Republic Bataaf pada tahun 1806 menjadi Kerajaan Belanda dengan menunjuk adiknya Lodewijk (Louis) Napoleon sebagai Raja Belanda. Dengan perubahan status Belanda tersebut, Indonesia kali ini berada di bawah kekuasan Kerajaan Belanda dan secara tidak langsung berada di bawah kekuasaan Prancis.
Prancis di bawah kaisar Napoleon bermusuhan dengan Inggris, sebagai sekutu Prancis, kerajaan Belanda dengan sendirinya memusuhi Inggris. Karena itu daerah kekuasaannya di Indonesia terancam oleh kekuatan Inggris. Untuk mempertahankan kekuasaannya di Indonesia, pemerintah Kerajaan Belanda mencari “orang kuat” yang sanggup mempertahankan Indonesia dari ancaman Inggris. Sejak saat itu, penguasaan atas Indonesia dilakukan secara langsung oleh Pemerintah Belanda melalui seorang Gubernur Jendral.
Herman William Daendels menjadi Gubernur Jendral atas rekomendasi Napoleon Bonaparte. Kemudian Luis Napoleon mengangkat Daendels untuk berkuasa di Indonesia. Tugas utama Daendles antara lain : 
1. Mengatur pemerintahan dan memperbaiki keadaan perekonomian.
            2. Mempertahankan Pulau Jawa dari serangan Inggris.

Dalam jabatannya sebagai seorang Gubernur Jendral, Daendels menerapkan kebijakan-kebijakan sebagai berikut :
1.       Membagi pulau Jawa menjadi 9 daerah.
2.       Merombak sistem pemerintahan feodal dan menggantinya dengan sistem pemerintahan Barat modern.
3.       Menjadikan para penguasa wilayah, Bupati dan bangsawan sebagai pegawai pemerintah kolonial.
4.       Menjadikan Batavia sebagai pusat pemerintahan.
5.       Membentuk pengadilan keliling untuk orang pribumi.
6.       Memberantas korupsi dan penyelewengan dalam pungutan Contingenten untuk pribumi.
7.       Menyederhanakan upacara keraton Yogyakarta dan Surakarta.
8.       Memperkuat pertahanan dan pasukan dengan mendirikan :
Ø  Pabrik senjata di Semarang dan  Pabrik mesiu di Batavia.
Ø  Pangkalan Angkatan laut di Teluk Camar (Merak dan Ujung Kulon). Daerah ini termasuk wilayah kekuasaan Banten. Pembuatan pangkalan ini bertujuan untuk memperkuat pertahanan Belanda di Selat Sunda. Ujung Kulon daerah terpencil yang letaknya di daerah selatan Banten. Tanahnya ditumbuhi hutan lebat, untuk membangun pangkalan tersebut, Daendles memerintahkan Sultan Zainal Muttakin menyediakan pekerja, sehingga kurang lebih 1.500 dipekerjakan sebagai rodi. Ternyata banyak diantara pekerja tersebut yang meninggal, sisanya melarikan diri.
Ø  Dalam Mempertahankan kekuatan militer, Daendels juga mendirikan benteng-benteng pertahanan.
9.       Membangun Jalan Raya dari Anyer sampai Panarukan. Jalan ini dibagun dengan tujuan untuk memudahkan gerakan tentara. Pembuatan jalan ini dikerjakan oleh rakyat. Mereka dikerahkan secara paksa, nasibnya sangat menyedihkan. Tidak sedikit diantara mereka yang tewas dalam menjalankan tugas.
Dibawah ini terdapat Video tentang pembuatan Jalan Raya Anyer-Panarukan.




Gambar. : Jalan Anyer- Panarukan

Untuk mendapatkan biaya guna menjalankan tugasnya, Daendels menerapkan beberapa usaha:
·         Contingenten, yaitu pajak yang harus dibayar rakyat dengan menyerahkan hasil bumi
·         Verpliche Leverentie, kewajiban menjual hasil bumi pada pemerintah dengan harga yang telah ditentukan.
·         Preanger Stelsel, kewajiban yang dibebankan pada rakyat priangan untuk menanam kopi

Masa Daendels adalah masa dimulainya kerja Rodi bagi rakyat. Sehingga langkah-langkahnya dalam menindas rakyat menimbulkan kebencian. Kesewenangan dan kekejamannya dalam menjalankan pemerintahan mendapat kritikan tajam dari lawan-lawan politiknya. Terlebih dengan adanya tindakan Daendels menjual tanah negara kepada pihak swasta asing. Pada tahun 1811, Napoleon menerima laporan tentang tindakan Daendels, Pemerintah kerajaan Belanda kemudian mengganti Daendels dengan Janssens.

B.Gubernur Jendral Janssens
Janssens memerintah Indonesia dalam keadaan yang sangat buruk. Janssens tidak mampu menyusun persiapan yang kuat karena waktu yang telah mendesak untuk menghadapi Inggris, apalagi keuangan negara dalam keadaan buruk.
Inggris telah berhasil menguasai beberapa daerah di Indonesia seperti Sumatra Barat (1795), Ambon (1810), dan Ternate-Tidore (1811). Tempat-tempat penting di Jawa Barat juga dikuasai. Pada tanggal 3 Agustus 1811 pasukan Inggris di bawah Gubernur Jendral EIC Lord Minto mendarat di Batavia (Cilincing). Dalam waktu singkat Inggris dapat mendesak tentara Belanda sehingga akhirnya Janssens menyerah. Penyerahan  Janssens terhadap Inggris di lakukan di Tuntang pada tanggal 18 September 1811 yang dikenal dengan Kapitulasi Tuntang (Penyerahan/Perjanjian Tuntang). Adapun isi dari Perjanjian Tuntang adalah :      
  1. Seluruh kekuatan militer Belanda yang ada di wilayah Asia Tenggara harus diserakan kepada Inggris.
  2. Hutang pemerintah Belanda tidak diakui oleh Inggris.
  3. Pulau Jawa dan Madura dan semua pangkalan Belanda di luar Jawa menjadi wilayah kekuasaan Inggris.
Dengan adanya Perjanjian Tuntang ini, maka berakhirlah kekuasaan Belanda di Indonesia, dan secara langsung Indonesia kini berada di bawah jajahan Inggris.   

C. Thomas Stamford Raffles (1811-1816)


Inggris mengangkat Thomas Stamford Raffles sebagai Gubernur Jendral di Indonesia. Raffles memulai tuganya sebagai Gubernur Jendral pada tanggal 19 oktober 1811 dan berkedudukan di Batavia. Raffles adalah tokoh yang menentang sistem VOC yang sangat monopolis. Ia menghendaki suatu sistem pertanian yang memberikan kebebasan bagi para petani untuk menanam tanaman perdagangan dan juga bebas memasarkannya. Raffles juga berkeinginan untuk menerapkan politik kolonial seperti yang dijalankan oleh Inggris di India.
Langkah-langkah Raffles di awal pemerintahannya :

a. Di bidang Politik/Pemerintahan
1.       Membagi Pulau Jawa menjadi 16 Karesidenan.
2.       Mengurangi kekuasaan para bupati dengan cara mengangkat penguasa pribumi (bupati) sebagai pegawai pemerintah.
3.       Pajak-pajak pada jaman Belanda dihapus dan diganti dengan sistem sewa tanah (Landrente) bagi para petani.
4.       Penguasa setempat di daerah seperti Banten, Palembang, Surakarta, Yogyakarta harus menyerahkan sebagian tanahnya kepada Inggris.
5.       mendirikan kerajaan kecil di dalam wilayah kerajan Yogyakarta yaitu Paku Alaman
6.       Menghapus kesultanan Banten dan Cirebon.

a.       Di bidang ekonomi
1.       Menghapus sistem kerja rodi kecuali Jawa Tengah dan Priangan.
2.       Menghapus Pelayaran Hongi.
3.       Melarang adanya perbudakan.
4.       Menghapus segala bentuk penyerahan wajib.
5.       Menganjurkan perdagangan bebas.
6.       Melaksanakan sistem pajak tanah (Landrente).

Konsep dasar dari sistem yang diterapkannya adalah bahwa pemerintah kolonial adalah pemilik tanah, para petani yang menggarap tanah tersebut dianggap sebagi penyewa. Untuk penyewaan ini, para petani diwajibkan membayar sewa tanah. Sistem ini dikenal dengan Sistem Sewa Tanah (Landrent sistem Landelijk Stelsel).

Pokok-pokok sistem Raffles yang diterapkan di Indonesia adalah sebagai berikut :          
  1. Pemungutan pajak dilakukan secara perseorangan.
  2. Para Bupati diangkat sebagai pegawai negeri yang diserahi tugas untuk memungut pajak sewa tanah.
  3. Semua tanah menjadi milik pemerintah. Petani wajib membayar sewa pada pemerintah. Pemungutan pajak dikenakan kepada semua hasil tanaman sebesar 1/5, 2/5 atau 1/3 dari hasil panen yang diwujudkan dalam bentuk uang dan beras.
  4. Penyewaan tanah dibeberapa daerah dilakukan berdasarkan kontrak dan batas waktu.

Sistem Sewa tanah mengalami kegagalan karena :
  1. Masyarakat Indonesia bersifat feodal.
  2. Pegawai yang cakap sangat terbatas.
  3. Masyarakat Indonesia pada abad ke 19 belum mengenal ekonomi uang.
  4. Belum adanya kantor pencatatan tanah untuk mencatat pemilik tanah, luas tanah dan besarnya pajak.
  5. Banyak para pejabat pemungut pajak bertindak sewenang-wenang.
  6. Sulit menentukan besar kecilnya pajak bagi setiap pemilik tanah karena luasnya tidak sama

Dampak Pemerintahan Raffles :
Negatif   Ã  Menimbulkan penderitaan untuk rakyat akibat wajib kerja dan pungutan karena sistem tanah gagal dilaksanakan
Positif  à Raffles memberikan sumbangan besar bagi pengetahuan dan budaya Indonesia seperti :


1.       Perhatian terhadap sejarah dan budaya Jawa yang ditulis dalam buku History Of Java.
2.       Perintis penyelidikan terhadap Borobudur.
3.       Perintis pembangunan Kebun Raya Bogor.
4.       Menemukan bunga Raflesia Arnoldi.
5.       Mendirikan Ilmu pengetahuan Batavisch Genoot Schap.
6.       Pembangunan Musium di Jakarta (Musium Nasional/Gedung Gajah).

Penjajahan Inggris tidak terlalu lama, karena pad atahun 1814 napoleon Bonaparte sebagai kaisar parncis kalah dalam perang koalisi. Berdasarkan perjanjian konvensi London (1814) belanda akan menerima kembali jajahannya  (Indonesia ) yang direbvut oleh Inggris.

D. Pemerintah Belanda
Pada tanggal 19 Agustus 1816 berlangsung penyerahan kuasa atas Indonesia dari Inggris kepada Belanda melalui Konvensi London. Pihak Inggris diwakili oleh John Fendall. Pihak Belanda diwakili sebuah Komisariat Jendral yang terdiri dari Mr Elout, Van der Capellen dan Buyskes. Sejak saat itu Indonesia berada di bawah kekuasaan Hindia Belanda kembali.

Van Den Bosch


Belanda mengangkat Jendral Van Den Bosch sebagai Gubernur Jendral. Ia memberlakukan system tanam paksa atau disebut Cultur Stelsel.

Latar belakang Tanam Paksa (1930)

Kekosongan kas Belanda akibat perang di beberapa daerah (Perang Padri, Perang Dipenogoro) serta pemberontakan Belgia, mendorong pemerintahan Belanda menyetujui pemikiran Van De Bosch yaitu pelaksanaan sistem tanam Paksa untuk mengisi pendapatan kas negara dalam waktu singkat.  


Aturan Tanam Paksa:
1.       Persetujuan-persetujuan akan diadakan dengan penduduk agar mereka menyediakan tanahnya untuk ditanami tanaman yang laku di pasaran Eropa. Tanah yang ditanami tidak melebihi 1/5 dari tanah pertanian milik penduduk.
2.       Pekerjaan yang diperlukan untuk menanam tidak boleh melebihi pekerjaan yang dibutuhkan untuk menanam padi.
3.       Tanah yang disediakan untuk tanaman bebas dari pajak.
4.       Hasil tanaman diserahkan pada pemerintah, kelebihan hasil dari jumlah pajak dibayarkan pada rakyat.
5.       Kegagalan panen menjadi tanggungan pemerintah.
6.       Mereka yang tidak memiliki tanah harus bekerja di perkebunan pemerintah tidak lebih dari 66 hari/tahun.
7.       Penggarapan tanaman di bawah pengawasan langsung kepala-kepala pribumi.

Dampak Tanam Paksa

Belanda:
Memperoleh keuntungan yang besar seperti :
1.       Untuk membayar Utang Belanda sehingga mampu mengisi kas pemerintah
2.       Membangun sarana transportasi, gedung-gedung dan pabrik-pabrik di Belanda,
Rakyat Indonesia :
(+) Rakyat mulai mengenal irigasi, mengenal tanaman baru seperti kopi, the, kina dan tembakau, penggunaan pupuk
(-) rakyat banyak menderita bahkan meninggal akibat kelaparan dan sakit.

Penyimpangan Tanam Paksa
Tanam Paksa mengakibatkan penderitaan yang sangat besar bagi rakyat Indonesia karena dalam pelaksanaanya banyak penyimpangan terjadi. Adapun Penyimpangan tersebut adalah sebagai berikut :
1.       Waktu, perhatian dan tenaga rakyat terfokus pada tanaman ekspor sehingga swah dan ladang tidak tergarap.
2.       Rakyat yang tidak memiliki tanah harus bekerja lebih dari 66 hari.
3.       Jatah tanah untuk tanaman berkualitas ekspor melebihi 1/5 lahan garapan.
4.       Lahan yang disediakan untuk tanaman wajib tetap dikenakan pajak tanah.
5.       Kelebihan hasil panen dari jumlah pajak tidak dibayarkan kembali kepada rakyat.
6.       kegagalan panen tanaman wajib menjadi tanggungan rakyat.
7.       Adanya sistem procenten (hadiah) kepada pegawai Belanda, Bupati dan Kepala Desa yang sanggup menunaikan tugas dari Belanda dengan baik.

Penentang Tanam Paksa :
Penderitaan rakyat ini telah melahirkan tokoh-tokoh yang menentang system Tanam Paksa. Kecaman datang dari kaum Humanis dan Liberal, rakyat Belanda muai mengetahui keadaan Indonesia yang sesungguhnya.
Tokoh-tokoh yang menentang system Tanam Paksa seperti :
-          Doewes Dekker dalam buku Max Havellar yang mengungkapkan zaman pemerintahan colonial Belanda dengan system Tanam Paksa yang menindas dan tidak manusiawi.
-          Baron Van Hoevel, seorang pendeta Belanda yang menuntun pemerintahan pusat dan Gubernur Jendral untuk memperhatikan nasib dan kepentingan rakyat.
-          Fransen Van De Putte. Dengan tulisannya “Seiker Contracten” bercerita tentang penindasan dari system kontrak gula.

Sistem Tanam paksa berlangsung selama 40 tahun. Dampak penentangan ini adalah dihapuskannya Tanam Paksa di Indonesia.

Undang-Undang Agraria 1870


Pada tahun 1870 kaum liberal belanda mendapat kemenangan dan system tanam Paksa dihapuskan. Menurut kaum liberal perekonomian akan berjalan lancer jika memenuhi ketentuan sebagai berikut.
1.       anggota masyarakat bebas melakukan kegiatan ekonomi dan pihak swasta memiliki alat-alat produksi.
2.       pemerintah tidak campur tangan dalam urusan kegiatan ekonomi.
Perwujudan kemenangan liberal Belanda ditandai dengan diberlakukannya Politik Kolonial liberal atau politik Pintu terbuka pada tahun 1870. dengan adanya politik ini, pihak swasta berkesempatan menanamkan modalnya di Indonesia terutama di bidang perkebunan. Pelaksanaan politik colonial liberal ditandai dengan dikeluarkannya Undang-Undang agrarian (Agrarische Wet) tahun 1870 oleh pemerintah Belanda.
tujuan dikeluarkannya Undang-Undang agrarian tahun 1870 adalah ;
1.       Memberikan kesempatan kepada pengusaha swasta asing Eropa untuk menyewa tanah penduduk dan menanamkan modalnya di Indonesia dengan mendirikan perkebunan di Indonesia.
2.       Melindungi para petani Indonesia agar tidak kehilangan tanahnya dari penguasaan para pemilik modal asing.
3.       Membuka lapangan kerja bagi penduduk yang tidak mempunyai tanah menjadi pekerja atau buruh di perkebunan.

Pokok-pokok aturan dalam Undang-Undang agrarian tahun 1870 adalah :
1.       Gubernur jendral tidak boleh menjual tanah dan dapat menyewakan tanah menurut ketentuan yang diatur dengan undang-undang.
2.       pihak pengusaha dapat menyewa tanah dengan ketentuan tidak lebih dari 75 tahun.
3.       Gubernur Jendral tidak boleh mengambil tanah yang dibuka rakyat.
4.       penduduk pribumi dijamin hak-hak miliknya atas tanah menurut hukum adat.

Keluarnya Undang-Undang agraria ini diikuti dengan dikeluarkannya Undang-Undang Gula (Suiker wet). Terbukanya Indonesia bagi penanaman modal asing menyebabkan minculnya perkebunan-perkebunan swasta asing di Indonesia. Selain di bidang perkebunan, para pengusaha juga menanamkan modalnya di bidang pertambangan dan eprindustrian. Pelaksanaan politik colonial liberal atau politik pintu terbuka di Indonesia memberikan pengaruh atau akibat yang luas anatara lain :
1.       Tanah perkebunan semakin bertambah padat.
2.       Penduduk kota semakin bertambah padat
3.       Timbulnya kaum buruh
4.       rakyat pedesaan mulai mengenal arti pentingnya uang dalam kehidupan ekonomi
5.       Pembangunan prasarana dan transportasi
6.       Usaha kerajinan rakyat terdesak barang-barang impor. Barang-barang luar negeri masuk di Indonesia sehingga usaha kerajinan rakyat mengalami kemunduran.
7.       Rakyat Indonesia diperas oleh pengusaha swasta. Dibukanya perusahaan-perusahaan swasta menimbulkan penderitaan rakyat Indonesia. Hal ini disebabkan gaji yang diterima para pekerja sangat kecil dan para pekerja diikat dengan kontrak sehingga mereka tidak dapat melepaskan pekerjaan walaupun gaji yang dietrima tidak mencukupi.
8.       Terjadinya Perpindahan penduduk (migrasi) ke daerah-daerah perkebunan yang baru dibuka oleh para pengusaha.

Undang-Undang agraria 1870 memberikan keuntungan yang sangat besar bagi pemasukan keuangan Belanda dari hasil produksi perkebunan.